+ Berawal tahun 1980-an dibawa pemasok dari Amerika Selatan sebagai satwa hias
+ Daya adaptasi lingkungan cepat dan kuat dan mampu bertelur pada usia 2 tahun
+ Satu koloni telur terdiri atas lebih dari 400 telur dengan daya tetas 90%
+ Mampu bertahan di dalam lumpur
+ Daya adaptasi lingkungan cepat dan kuat dan mampu bertelur pada usia 2 tahun
+ Satu koloni telur terdiri atas lebih dari 400 telur dengan daya tetas 90%
+ Mampu bertahan di dalam lumpur
(kesimpulan) Tak hanya di Pulau Sumatera dan Jawa yang dikenal sebagai lumbung padi nasional, keong mas (Pomacea canaliculata) atau keong murbei pun bermasalah di Manokwari, Papua. Meskipun hidup leluasa di rawa dan danau, keong mas identik dengan hama yang menyerang hamparan padi muda. Serangan keong memang tak secepat dan sedramatis serangga. Namun, hasilnya sama yaitu penurunan produksi padi yang di beberapa tempat hampir mencapai 20 persen.
Menurut para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), keong mas keluarga Pomacea masuk di Asia, termasuk Indonesia, pada pertengahan tahun 1980-an. Keong-keong itu didatangkan dari Amerika Selatan, yang juga dikenal sebagai negara pemasok fauna dan flora ke sejumlah negara tropis. Awalnya, keong mas itu dikenalkan sebagai binatang piaraan karena menggemaskan dan sebagai pangan sumber protein. Namun, tak lama kemudian, kabar buruk datang dari petani. Keong-keong berwarna keemasan menyerang hamparan padi di kawasan Jawa Barat. Pangkal batang menjadi target serangan mematikan.
Tak hanya di Indonesia, keong mas jenis Pomacea canaliculata (setidaknya sejauh ini dari jenis itu yang terdeteksi secara ilmiah) ternyata juga menginvasi sejumlah negara seperti Filipina, Vietnam, Kamboja, Thailand, Myanmar, Taiwan, China, Jepang, negara-negara di kawasan Amerika Utara, dan Amerika Selatan. Hingga kini belum ada laporan yang menyebutkan pembasmian dapat dituntaskan. Di Indonesia, penanganannya masih jauh dari tuntas. Tak sedikit petani yang mengatasinya secara manual yaitu menangkap dan membuangnya atau menggunakan jebakan kayu berikut umpan. Kalau memakai musuh alami, umumnya dengan itik.
Tak hanya di Indonesia, keong mas jenis Pomacea canaliculata (setidaknya sejauh ini dari jenis itu yang terdeteksi secara ilmiah) ternyata juga menginvasi sejumlah negara seperti Filipina, Vietnam, Kamboja, Thailand, Myanmar, Taiwan, China, Jepang, negara-negara di kawasan Amerika Utara, dan Amerika Selatan. Hingga kini belum ada laporan yang menyebutkan pembasmian dapat dituntaskan. Di Indonesia, penanganannya masih jauh dari tuntas. Tak sedikit petani yang mengatasinya secara manual yaitu menangkap dan membuangnya atau menggunakan jebakan kayu berikut umpan. Kalau memakai musuh alami, umumnya dengan itik.
Pada situs web pustaka-deptan, Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Departemen Pertanian (Deptan) merekomendasikan, pelepasan itik sebagai pengendalian alami hama keong mas dapat dilakukan setiap pagi dan sore hari. Periode pelepasan adalah setelah padi ditanam hingga padi berumur 45 hari. Jumlah itik yang dilepaskan disarankan 25 ekor per hektar. Selain itu, dibarengi pemungutan keong mas secara berkala. Di pasaran, ada juga obat kimia khusus hama keong (molluscicide), tetapi penggunaannya di kalangan petani masih terhambat harga.
Harganya berkisar Rp.27.000 hingga Rp.50.000 per botol dengan penggunaan bisa sampai tiga botol per petak sawah, yang jelas hal ini menjadi ekstra ongkos produksi, menambah beban setelah kebutuhan mutlak, seperti pupuk dan pestisida. Peneliti moluska Pusat Penelitian Biologi LIPI, Nova Mujiono, Jumat 21 Agustus 2009, mengatakan bahwa tak banyak petani yang memakai. Setidaknya itu temuan di lapangan. Kunjungannya di sejumlah kabupaten di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, antara bulan Juli dan Agustus 2009 menunjukkan, petani memilih cara manual.
Pengakuan petani, ada yang menangkap lalu memasukkannya ke dalam karung. Lalu, diletakkan di tengah jalan raya dan tergilas roda-roda kendaraan. Ada pula yang mengumpulkan untuk dimasak. Umumnya, setelah membuang bagian kepala dan perutnya. Pada buku penanganan hama keong mas di sejumlah negara yang beredar di kalangan peneliti moluska global, di antaranya dituliskan resep-resep masakan berbahan keong mas. Meskipun resep dari Indonesia tidak ada, sejumlah penduduk di daerah telah lama mengenalnya. Di Sumatera Barat, keong mas yang dikenal sebagai kalambuai biasa dimasak gulai atau digoreng. Terhitung sejak Mei 2009, kelompok peneliti moluska meneliti status taksonomi keong Pomacea spp. dan keong telanjang (slug) sebagai hama.
Ristiyanti M Marwoto, yang meneliti pada Oktober 2009, mengatakan, keong-keong itu masuk kategori spesies invasif, sehingga akan dilaporkan ke Balai Karantina. Tujuannya, mengenal lebih baik keong sebagai satwa invasif. Spesies invasif mengacu pada jenis-jenis fauna dan flora asing (dari luar negeri ataupun pulau lain) yang berkembang dan mengganggu keanekaragaman hayati endemik. Di Indonesia, jumlahnya ribuan jenis. Salah satu target penelitian adalah keberadaan peta sebaran keong mas di Indonesia. Berpuluh tahun diserang keong, Indonesia belum memiliki peta sebaran terkini dan metode andal membasminya.
Selain itu, penelitian akan menghasilkan data dasar kebenaran identifikasi jenis-jenis invasif sehingga penanggulangannya dapat optimal. Meskipun bentuknya bervariasi di sejumlah daerah, keong mas banyak sebagai hama. Keong telanjang pun ditemukan turut merusak hasil kebun sayur, seperti kubis, selada air, wortel, labu siam, dan bawang daun. Meskipun mengakui keong sebagai hama, para pekebun sayur hanya bisa mengupas dan membuang bagian yang rusak. Cara semacam itu tidak mengurangi populasi keong telanjang. Telur-telur yang amat kecil tetap terbawa bonggol sayur dan berpotensi berkembang di tempat lain. Melalui cara seperti itulah, keong mas dan keong telanjang dimungkinkan masuk ke Indonesia, selain melalui impor.
Salah satu temuan terbaru penelitian di lapangan, setidaknya sesuai dengan laporan para petani, adalah keong kecil (lymnea) di sawah-sawah. Selama ini para peneliti tidak menganggap lymnea sebagai hama. Faktanya, keong-keong kecil itu memakan batang padi bersama keong mas. Cerita petani menguatkan itu. Hasil pengambilan sampel keong mas pada 1 meter sawah, menemukan sekitar 40 keong mas dewasa dan anakan. Keong-keong tersebut, umumnya memakan pangkal batang padi yang berumur kurang dari 30 hari. Serangan terhadap padi muda dapat menyebabkan kematian tanaman. Penelitian LIPI hanyalah bagian kecil dari upaya melindungi sumber pangan. Dibutuhkan kerja sama dengan Departemen Pertanian, Balai Karantina, dan pemerintah daerah. Petani telah berperang puluhan tahun, tanpa dukungan berarti (Gesit Ariyanto, Dari Timur ke Barat Berjajar Keong Mas, Sabtu 22 agustus 2009)
=============================================
PROMO PRODUK
SNAIL DOWN
=============================================
PROMO PRODUK
SNAIL DOWN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar