Penguasaan teknologi, sempitnya lahan dan ketiadaan modal merupakan kendala bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraannya. Untuk teknologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian secara proaktif telah mempercepat proses alih teknologi hasil penelitian dan pengembangan pertanian sehingga dapat dimanfaatkan petani. Sehingga dengan luasan lahan petani yang sempit sekalipun diharapkan dengan intensifikasi melalui penerapan teknologi ini akan dapat memberikan output yang lebih tinggi. Akan tetapi untuk dapat menerapkan teknologi diperlukan dukungan modal. Permodalan bagi petani sangat penting untuk meningkatkan produksi.
Karenanya adalah merupakan kabar baik bagi petani, ketika pemerintah merencanakan untuk memberikan program pemutihan kredit usahatani yang macet selama ini. Pengertian pemutihan di sini bukan berarti menghapus kredit yang ada. Akan tetapi mengesampingkan kredit lama agar petani bisa mengambil kredit baru dengan tetap berkewajiban membayar kredit lama mereka.
Tapi diperlukan adanya skema baru pembayaran, karena tanpa skema baru petani tidak akan berdaya. Sebab pada dasarnya petani mau membayar, bukannya tidak mau membayar. Apalagi sebenarnya macetnya KUT ini tidak semata kesalahan petani. Program KUT diberikan pemerintah pada 1998-1999 senilai Rp. 7 triliun. Ternyata dari Rp. 7 triliun ini yang merupakan kredit macet senilai Rp. 5,7 triliun. Itupun sebagian besar atau 65% bukan disebabkan petani, tapi akibat lemahnya pengawasan saat penyaluran kredit. Kabarnya skema ini-pun sedang dibahas Kementerian Keuangan dengan Bank Indonesia.
Ada yang menarik yang perlu dievaluasi mengenai penyebab kredit macet ini. Misalnya, penyaluran kredit menggunakan sistem, bukan executing. Tidak hanya perbankan yang dilibatkan, tetapi juga lembaga swadaya masyarakat. Aturan saat itu, dana harus disalurkan ke petani. Kalau tidak habis disalurkan, dikembalikan. Tetapi yang terjadi dana tidak dikembalikan dan disalurkan ke usaha non pertanian.
Sekarang ini Pemerintah menyediakan kredit seperti Kredit Pangan dan Energi, Kredit Usaha Rakyat (KUR). Namun tidak mudah mengakses dana itu, terkadang terbentur kepada agunan.
Di masa depan perlu pendampingan terhadap kredit ini. Artinya pihak perbankan dan dinas pertanian/penyuluh pertanian duduk bersama mengevaluasi usahatani yang diajukan petani. Pihak Bank dapat memberikan analisa usahatani di atas kertas. Sementara Dinas Pertanian/tenaga penyuluhan memberikan rekomendasi “situasi dan kondisi yang dipersyaratkan” untuk mencapai hasil optimal. Artinya, target capaian hasil ini dicapai jika menggunakan benih, teknik bercocok tanam, pasca panen yang sesuai dengan yang ditetapkan. Agar sasaran optimal ini bisa dicapai para penyuluh perlu mendampingi petani untuk menerapkan teknologi seoptimal mungkin.
Sehingga dengan pemilihan waktu tanam yang tepat, pilihan komoditi yang sesuai agroklimat, penerapan teknologi sehingga memberikan hasil optimal, pasca panen yang memberikan nilai tambah, maka diharapkan pemasaran lancar dengan harga yang wajar, maka kredit akan dapat dilunasi dan petani tambah sejahtera.
Tetapi petanipun perlu diingatkan agar menggunakan KUT itu untuk membiayai usahataninya dan mengikuti secera optimal pedoman bercocok tanam.
Sumber: Sinar Tani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar